Jauh sebelum datangnya Islam, laki-laki pada masa lampau terutama pada masa jahiliyyah, memperlakukan wanita dengan perlakuan keji serta kasar, membencinya, merendahkannya, dan melarangnya dari hidup bebas yang mulia. Hal ini terutama pada masalah poligami, mereka menikah dengan wanita dengan jumlah yang tidak terbatas, hingga mencapai jumlah 80 istri untuk satu suami. Hal ini tidak hanya terjadi di bangsa Arab saja, bahkan juga terjadi di masyarakat barat dengan segala macam bentuk dan ragamnya dengan batas yang tak terhingga, yang semuanya kembali menurut adat yang berlaku dan hasrat laki-laki.
Maka tidak ada pilihan lain bagi wanita dalam pernikahaannya, kecuali tidak berdaya dan terpaksa Inilah gambaran poligami pada masyarakat terdahulu dan masa lampau, yang mungkin ada kesamaan dengan masyarakat sekarang Maka Islam bukanlah pendahulu sama sekali dalam asal penikahan dan poligami secara mutlak. Justru Islam mengatur masalah pernikahan dan memberi batasan dalam poligami.
Seperti merebaknya poligami di negara perancis yang kemudian dilarang karena suatu alasan. Sehingga tersebarlah perzinahan dan lahirnya anak-anak di luar pernikahan dalam jumlah yang besar.
Dan setelah mereka melampaui batas dalam “menghormati” wanita serta tuduhan terhadap Islam yang telah melegalkan poligami, dan menganggapnya sebagai tindakan keji dan mambatasi kebebasan berdirilah para pemikir dari mereka, menuntut diberlakukannya poligami untuk mengecilkan angka pelacuran mencegah tersebarnya perzinahan, serta mencegah penyakit, kerusakan dan penyimpangan akhlak, mencegah hilangnya masyarakat dan kehancuran keluarga Ta’adud diberlakukan di dalam masyarakat Islam pada saat timbulnya problematika sosial, ekonomi dan politik misalnya :
terdapat janda2 yg ditinggal suami dengan banyak anak dalam asuhannya - populasi akhwat lebih banyak dari pada ikhwan - mencegah timbulnya jinnah Sehingga tujuan utama Ta’adud adalah : Menyelamatkan aqidah ummat dalam rangka menegakkan Islam
Dengan adanya ta’adud maka :
1. Mencegah janda2 miskin dg banyak anak dari rasa prustasi karena kurangnya kasih sayang, perlindungan dan harta sehingga jangan sampai terjadinya penurunan iman dan rusaknya aqidah.
2. Akan terjaga keberlangsungan generasi penerus yang lebih baik aqidah dan akhlaqnya. Oleh karena itu Islam tidak membiarkan anak-anak yatim hidup dengan kekurangan kasih sayang, ilmu, dan harta.
3. Terciptanya ruhamahu bainahu, terciptanya kasih sayang diantara ummat, untuk berbagi kasih , berbagi beban dan derita dalam rangka menegakkan dienul Islam. Sehingga Islam sebagai suatu tubuh, yang jika anggota tubuhnya sakit maka bagian lain pun akan merasakan sakit yg sama
4. Terciptanya ruhamahu bainahu, terciptanya kasih sayang diantara ummat, untuk berbagi kasih , berbagi beban dan derita dalam rangka menegakkan dienul Islam. Sehingga Islam sebagai suatu tubuh, yang jika anggota tubuhnya sakit maka bagian lain pun akan merasakan sakit yg sama.
5. Mencegah timbulnya perbuatan2 keji seperti berjinnah, berbohong, merampok, mencuri, membunuh dsb yang semuanya timbul akibat kurangnya pendidikan, kasih sayang dan bimbingan
Ta’adud atau Poligami merupakan syariat Islam yang akan berlaku sepanjang zaman hingga hari akhir.
Ta’adud adalah bentuk pengabdian suami dan isteri kehadapan Allah (ibadah)
Ta’adud merupakan ibadah yang terstruktur, artinya ibadah ini merupakan tugas yang diberikan oleh seorang rasul kepada ummatnya.
Dulu ketika jaman Rasulullah orang yang akan melakukan ta’adud berdasarkan perintah/ tugas dari rasulullah untuk menikahi si Fulanah walaupun ada inisiatif pribadi, tapi inisiatif tsb dikonsultasikan dulu dg Rasulullah dg pertimbangan penyelamatan aqidah ummat bukan atas dasar keinginan pribadi yg didasari hawa nafsu, apalagi untuk menyakiti isteri.
Dalam pelaksanaannya banyak hal yang harus diperhatikan yaitu :
1. Suami isteri harus memiliki tujuan yg sama yakni ta’adud dalam rangka izzul islam
2. Suami dan isteri harus memiliki pengetahuan dan kesiapan secara mental dan fisik
3. Suami harus sanggup berbuat adil terhadap isteri-isterinya, (Q.S.4/Al-Nisa ayat 3)
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat.
Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” Berlaku adil dalam bermuamalah dengan istri-istrinya, yaitu dengan memberikan kepada masing-masing istri hak-haknya.
4. Adanya komunikasi yang terbuka diantara isteri-isterinya
5. Suami memiliki kemampuan memanaj keluarga dengan baik
Dalam melakukan ta’adud tidaklah mudah, kemampuan untuk mengelola emosi, meredam rasa benci dan marah menjadi sebuah masalah yang sangat menantang, disitulah bentuk jihad yang sulit baik bagi suami maupun bagi isteri Apalagi tantangan dari keluarga dan lingkungan yang tidak menerima ta’adud sebagai sebuah ibadah yang suci dan luhur.
Walaupun masyarakat kita sebagaian besar adalah muslim tapi budaya kita sangat terpengaruh oleh budaya di luar Islam Gaya hidup, cara pandang, dan keseharian kita bukan budaya seorang mukmin
|
Thank you!
[url=http://nihcfpct.com/sgks/idhp.html]My homepage[/url] | [url=http://cwescjeh.com/tcsg/oayh.html]Cool site[/url]